Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan
Segala Hal yang Keluar dari Dua Jalan
(Qubul dan Dubur)
Oleh
:
A-10
MAHIRA UNIVERSITY
Sebelum mengkaji tentang sesuatu yang
keluar dari sabilain[1] lebih jauh, maka ada
baiknya jika membahas tentang pengertian najis terlebih dahulu. Karena segala
sesuatu yang keluar dari sabilain termasuk najis.
Najis secara bahasa adalah sesuatu yang kotor.
Sedangkan secara syar’i, najis adalah segala sesuatu yang haram untuk
dikonsumsi secara mutlak walaupun
memungkinkan, yang hal tersebut bukan karena haram, kotor, atau
berbahaya bagi badan dan akal.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan[2] terbagi menjadi dua :
1.
Sesuatu yang tidak menyatu dan tidak
mengalami perubahan di dalam tubuh, seperti : ludah, keringat, air mata, air
liur[3] dan sejenisnya.
Maka, hukumnya sesuai dengan hukum hewan
tersebut. Jika berasal dari hewan yang najis, berarti hukumnya najis,
dan sebaliknya.
2.
Sesuatu yang mengalami perubahan di dalam
tubuh, seperti : air kencing, berak, darah, nanah, air yang keluar karena luka
dan muntah.
Ada perbedaan pendapat tentang hukum hal
tersebut ;
·
Malik dan Ahmad__Air kencing dan berak yang berasal dari
hewan yang boleh dimakan, hukumnya suci.
·
Ijma’__semua hal tersebut hukumnya najis,
baik berasal dari hewan yang boleh dimakan maupun tidak, karena hal tersebut
merupakan sesuatu yang kotor dan telah mengalami perubahan dalam tubuh.
Adapun angin yang keluar dari qubul (biasanya terjadi pada seorang
wanita yang sudah bersuami dan melahirkan), ulama berselisih tentang hal ini;
·
Jumhur ulama’__hal itu membatalkan wudhu, karena
keumuman dalil tentang najisnya segala hal yang keluar dari sabilain.
Dan ini yang rojih.
·
Hanafi__hal itu tidak membatalkan wudhu
Jenis benda/ zat-zat yang keluar dari sabilain :
1. Air kencing
Air kencing manusia hukumnya adalah najis menurut ijma’.
Hujjah dalam perkara ini adalah hadits Rasul tentang seorang badui yang kencing
di dalam masjid. Rasulullah memerintahkan para sahabatnya agar menyiram air
kencing itu dengan seember air.
Tidak ada perbedaan antara kencing orang
dewasa dan anak kecil. Keduanya adalah najis. Hanya saja, kencing anak kecil
cukup dibersihkan dengan cara memercikkan air diatasnya.
Adapun kencing
binatang, maka jika ia berasal dari hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya,
maka dihukumi najis. Hanafiyah berpendapat bahwa air kencing tikus,
burung, dan kelelawar dimaafkan, karena sulit dilacak keberadaannya. Namun jika
hal tersebut masuk kedalam bejana air, maka dihukumi najis.[4]
Sedangkan
kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya, maka ulama berbeda pendapat ;
·
Maliki dan Hanbali__air kencing
tersebut dihukumi bersih. Karena hukum air kencing mengikuti hukum dagingnya. Maliki
berpendapat, adapun untuk binatang jalalah, maka tahi dan kencingnya
adalah najis.
2. Berak, air
madzi
Hal-hal
tersebut hukumnya najis, berdasar hadits Rasul :
إنما
تغسل ثوبك من البول و الغائط و المذي و القيئ
“Sungguh, hendaknya kamu mencuci pakaianmu dari air kencing,
berak, madzi, dan muntah”[6]
·
Madzi :
cairan putih, encer, lekat, tidak memancar. Keluar saat terangsang.
Hendaklah orang
tersebut membersihkan dzakarnya dan berwudhu.
·
Wadiy :
cairan putih keruh, dan kental. Keluar setelah kencing, maka dihukumi
seperti air
kencing.
Ulama’
menambahkan wadiy sebagai sesuatu yang najis.
3.
Cacing, batu, dan segala yang berasal
dari lambung
Hukumnya
mutanajjis (terkena najis), bukan najis. Namun jika berasal dari air
kencing, maka hukumnya najis. Dibersihkan dengan cara membasuhnya.
Jika
ia dalam keadaan wudhu, maka hendaknya ia mengulang wudhunya.[7]
4.
Mani
Mani
adalah cairan putih kental, keluar dengan memancar, disertai syahwat dan merasa
nikmat ketika mengeluarkannya. Merasa lemas setelah mengeluarkannya.[8]
→ Hukum mani manusia (laki-laki
dan perempuan) :
·
Syafi’i__hukum mani adalah suci. Hujjah yang
dipakai adalah hadits Aisyah,
لقد
رأيتني أفرك من ثوب رسول الله المني فركا فيصلي فيه
“Sungguh,
engkau telah melihat bahwa aku mengerik mani dari pakaian Rasulullah dan
beliaupun memakainya untuk sholat.”[9]
Dari
hadits tersebut bisa dipahami bahwa, jika mani itu najis, maka tidaklah cukup
membersihkannya dengan mengeriknya saja.
·
Malik dan Abu Hanifah__hukum mani adalah najis. Hujjah yang dipakai adalah
hadits Rasul,
كان
رسول الله يغسل المني ثم يخرج إلى الصلاة في ذلك الثوب
“Rasulullah
mandi karena mani kemudian keluar untuk sholat dengan memakai pakaian itu (yang
tadi dipakainya).”
Pendapat yang paling shohih adalah, mani tidak dihukumi
najis. Sedangkan riwayat bahwa Rasul mandi setelah keluarnya mani, maka itu merupakan
sunnah dan penjagaan beliau akan
kebersihan.
→ Hukum mani hewan :
·
Mani babi dan anjing, hukumnya najis,
sebagaimana hukum asal keduanya.
·
Mani
hewan (selain babi dan anjing), terdapat khilaf :
Ar
Rafi’i__hukumnya
najis, karena mani mengalami perubahan di dalam tubuh.
Adapun
manusia, maka itu pengecualian.
An
Nawawiy__hukumnya
suci, karena hukum asal dari hewan tersebut adalah suci.
Adapun susu, hukumnya adalah suci.
Namun jika berasal dari hewan yang najis, maka hukumnya adalah najis, karena susu
itu berasal dari dagingnya.[10] Begitupun jika susu tersebut
telah berubah menjadi darah, maka ia dihukumi najis.
[1]
Qubul dan dubur
[2]
Berlaku juga untuk manusia
[3] Jika air liur tersebut keluar dari usus
dan berbau busuk maka dihukumi najis (Syafi’i dan Maliki)
[4]
Dr. Wahbah Az-Zuhailiy, Al-Fiqh
Islam wa Adillatuhu, (Damaskus, Darul Fikr, 2007 M), jilid 1, hal. 303
[5]
Dr. Wahbah Az-Zuhailiy, Al-Fiqh
Islam wa Adillatuhu, (Damaskus, Darul Fikr, 2007 M), jilid 1, hal. 312
[6]
HR. Thabrani
[7]
Atha’ bin Abi Rabah. Fathul Bariy,
(Kairo, Darul Hadits, 1998 M), kitab Wudhu, bab 34, jilid 1, hal. 336
[8]
Abu ‘Ubaidah Usamah bin Muh.
Al-Jamal, Shahih Fiqh Wanita, (Surakarta, Insan Kamil, 2010 M), hal. 20
[9]
HR. Muslim
[10]
Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh
Islam wa Adillatuhu, (Damaskus, Darul Fikr, 2007 M), jilid 1, hal. 305
Tidak ada komentar:
Posting Komentar